
Ifthor berasal dari kata Fa-tho-ro yang artinya menciptakan-menjadi dan juga bermakna memecah-membelah-membagi.
Shiyaam atau Shouum berasal dari kata Shooma yang artinya Menahan.
Setiap Shiyaam harus diakhiri dengan Ifthor. Shiyaam tanpa Ifthor adalah dosa karena menzalimi diri sendiri. Setiap yang ditahan harus dibelah atau di- break . Proses memecah atau membelah pertahanan ini disebut Berbuka.
Menahan itu ada batasnya. Menahan lapar dan haus dibatasi dengan azan Maghrib, sekitar 13 jam. Tidak boleh kita menahan lapar dan haus sampai tiga hari. Zalim itu.
Kalaulah menahan lapar dan haus selama 13 jam kita sudah cukup lelah, apalagi menahan benci dan kecewa selama 13 tahun?
Kalaulah berbuka dari rasa lapar dan haus itu nikmat tiada tara, maka pastilah berbuka dari rasa lapar dan kecewa itu jauh lebih nikmat. Iya kan? Ayo dong berbuka..
Dari kata Fa-tho-ro pula muncullah kata Fithrah atau Fithri. Dengan demikian, ‘Idul Fithri bisa dimaknai dengan kembali berusaha memecah dan mengurai jati diri sampai terus dipecah-dibelah-diurai menjadi Nothing.
Maksudnya begini, Kita adalah pertemuan antara Jasad dan Ruh. Jasad adalah Materi. Jika Materi dipecah-dibelah-diurai maka ia akan menjadi Molekul, dipecah lagi menjadi atom, dipecah lagi menjadi partikel dan seterusnya hingga akhirnya menjadi tiada/ nothing/zero kecuali yang tersisa hanyalah Ruh tiupan-Nya.
So, kembali ke fitrah adalah sebuah kondisi dimana Ruh kembali menjadi Pemimpin bagi sang Tubuh, yakni ketika Ruh menjadi Driver atau Leader bagi sang pikiran, perasaan, prasangka, dan jasad penampilan.
Kami, dengan sepenuh kerendahan hati mengucapkan (lihat di kartu ya 🙂 )
Wallahu a’lam
Salam Fithrah
Kang Zain
Leave a Reply