(Supaya tulisan ini bisa Anda pahami, bacalah perlahan saja sampai tuntas sambil memperbanyak tasbih dan istighfar)
Perubahan Hari pada penanggalan Masehi adalah setiap jam 12 malam. Sedangkan Perubahan Hari pada penanggalan Islam adalah setiap waktu Maghrib, jamnya menyesuaikan pergerakan Matahari. Waktu Maghrib itu jamnya sering berubah mengikuti posisi Matahari.
Artinya, dikarenakan setelah waktu Maghrib itu Hilal (tanda bulan baru muncul) barulah bisa dilihat dengan lebih nyata, maka perubahan hari di peribadahan Islam bukanlah setelah jam 12 malam, tapi setelah waktu Maghrib.
Adapun perubahan Bulan menurut kalender Masehi tergantung dari pergerakan Matahari mengelilingi Bumi dalam setahun dibagi dengan 12. Perubahan Bulan pada kalender masehi ini disesuaikan dengan pergerakan 4 musim yang berlaku dalam setiap tahunnya.
Sejatinya, Kalender Masehi ini tidaklah cocok digunakan bagi kaum Flath Earth (Bumi Datar) dan sebagian Umat Islam yang meyakini bahwa *Matahari lah yang berputar mengelilingi Bumi. Sedangkan kaum Internasional pada umumnya masih meyakini bahwa Bumilah yang mengelilingi Matahari. Sehingga Kaum Bumi Datar lebih pas menggunakan kalender Hijriyah daripada kalender Masehi/Miladiah.
Disebabkan perubahan Bulan menurut kalender Islam Hijriyah adalah tergantung dari pergerakan bulan mengelilingi bumi di setiap bulannya, maka jumlah hari dalam 1 bulan di kalender Islam ya memang betul-betul hasil dari pergerakan 1 bulan mengelilingi bumi. Sedangkan jumlah 1 bulan kalender Masehi adalah hasil hitungan seperduabelas tahun atau seperduabelas dari total hari gerakan matahari mengelilingi Bumi.
Yang saya pahami, semua orang di dunia ini sepakat bahwa Bulanlah yang mengelilingi Bumi, tapi tidak semua orang di dunia ini sepakat bahwa Bumilah yang mengelilingi Matahari.
Itu sebabnya, sebenarnya kalender Qomariah lebih bersifat universal Rahmatan Lil ‘Aalamiin dibandingkan dengan kalender Masehi.
Dengan ini terbuktilah bahwa Umat Islam itu bijak dan adil dalam beribadah, yakni menggunakan kalender Qomariah yang universal sehingga bisa mengcover peribadahan yang hanya menggunakan pendekatan gerakan matahari, dan bisa juga mengcover peribadahan yang menggunakan pergerakan Bulan plus Matahari.
Misalkan, untuk waktu Sholat yang sifatnya hari an, maka umat Islam beribadah mengikuti pergerakan mata hari. Sedangkan untuk ibadah lainnya yang sifatnya bukan harian, tapi bulan an atau tahunan (Seperti Shoum Ramadhan, Sholat ‘Id, dan Shoum Yaumul Bidh), maka Umat Islam mengikuti pergerakan Bulan plus Matahari.
Kalau kita tafakuri lebih dalam lagi, maka sebenarnya pergerakan Bulan itu mewakili posisi ruang dan waktu. Sedangkan pergerakan Matahari hanya mewakili posisi waktu. Maka, di kalender Masehi posisi negara di wilayah Bumi mana pun tidaklah berpengaruh terhadap penentuan tanggal dan hari, sehingga tidak pernah terjadi untuk negeri yang berbeda, di hari yang sama tapi tanggalnya berbeda.
Artinya, untuk kalender Masehi maka TANGGAL itu berubah mengikuti perubahan WAKTU dalam satuan HARI.
Sedangkan berdasarkan kalender Islam Qomariah, maka TANGGAL itu berubah karena adanya perubahan RUANG dan WAKTU, kalau HARI itu berubah hanya karena adanya perubahan WAKTU.
Kenapa demikian? Sekali lagi ya karena di dalam kalender Islam, perubahan tanggal itu tergantung dari pergerakan Bulan, sedangkan perubahan hari itu tergantung dari pergerakan Matahari.
Berbeda dengan penanggalan Masehi (Miladiyah), maka tanggal dan hari akan selalu berubah beriringan, sehingga mereka selalu sama penentuannya di setiap negeri.
Nah, dikarenakan pada kalender Islam (Hijriyah/Qomariah) penanggalan dibuat berdasarkan pergerakan Bulan maka efeknya bisa jadi di negeri yang berbeda, “harinya” sama tapi “tanggalnya” berbeda.
Sebagai tambahan saja, secara bahasa maka TANGGAL itu artinya LEPAS. Penanggalan artinya Penglepasan. Tanggal 1 maka lepaslah 1. Tanggal 2 maka lepaslah 2. Lepas itu berkurang. Maka dengan bertambahnya tanggal itu artinya berkuranglah umur kita. Artinya kita harus terus belajar berlepas. Ihram. Istirja’.
Tanggal itu artinya Lepas. Maksudnya Tanggal itu mewakili pergerakan Sang Waktu yang terlepas dari keterikatan atas Sang Ruang. Ruanglah yang terikat kepada waktu, bukan malah waktu yang terikat kepada ruang.
Artinya WAKTU itu adalah IMAM bagi Sang RUANG, bukan sebaliknya. Sehingga, bukan waktu yang mengikuti ruang, melainkan ruanglah yang mengikuti waktu.
Jadi saran saya, karena :
1. Umat Islam itu ber-Ibadah menggunakan kalender Qomariah.
2. Waktu itu diikuti oleh ruang, alias Waktu itu imam bagi sang ruang.
3. Menggunakan atau terpengaruh oleh penanggalan Masehi itu bisa merusak konsistensi dalam beribadah.
Maka saya pribadi berpendapat bahwa Shoum ‘Arafah dan Sholat ‘Idul Adha di Indonesia sebaiknya mengikuti pergerakan Bulan di Indonesia, bukan mengikuti pergerakan waktu bulan di ruang negeri lainnya.
wallahu a’lam
www.jlebb.com
Leave a Reply