Nabi Nuh pun bingung kenapa harus membuat kapal. Tapi beliau tetap “sami’naa wa atho’naa” kepada Allah, dan mengabaikan semua “nasehat” yang diberikan orang-orang sekitarnya. Beliau pun dijauhi oleh banyak pengikutnya.
Melakukan sesuatu harus lah karena mengikuti perintah Allah, bukan karena ikut-ikutan atau karena takut kehilangan pengikut.
Jika Allah sudah memintamu melakukan sesuatu, ya lakukanlah, walaupun engkau harus sendirian seperti Nabi Nuh, walaupun engkau harus dicuekin seperti Nabi Yunus, walaupun engkau harus dimusuhi oleh pemerintah seperti Nabi Musa, walaupun engkau harus mengorbankan keinginanmu atau cintamu seperti Nabi Ibrahim, walaupun engkau harus dijauhi oleh paman2mu, kerabat2mu, orang-orang penting di wilayahmu seperti Nabi Muhammad s.a.w. Di situlah engkau akan mulai merasakan nikmatnya kemandirian hakiki, kemerdekaan sejati, yakni hanya bersama Allah.
Pertolongan Allah yang terindah seringkali hadir ketika di saat perasaanmu ber-risih, pikiranmu berisik, tapi imanmu tetap berisi untuk tunduk ta’at pasrah hanya kepada ALLAH. Tengoklah Nabi Ibrahim yang dicoba oleh Allah dengan harus menyembelih anaknya sendiri, dan mukjizat pun hadir dikala ia tetap mendahulukan imannya dibandingkan logika dan rasa amannya.
Kemerdekaan dan Kemandirian jiwa terjadi ketika kita tetap kokoh mendahulukan Allah dibandingkan dengan makhluk. Tidak mentargetkan pujian sesama, dan tidak takut cacian manusia. Ketika Allah sudah tampak besar di jiwa kita, maka segala sesuatu selain-Nya akan menjadi kian kecil tak berdaya.
Puncak ketaqwaan itu terjadi ketika kita berserah diri dengan “sami’naa wa atho’naa” tanpa keraguan dan tanpa mempertanyakan. Itulah TMM : Tegas, Mandiri, Merdeka.
wallahu a’lam bish-showab
Salam
KZ
NB :
Ingin mengundang Kang Zain dan Team JLEBB untuk mengisi Training Motivasi Spiritual di Lembaga Anda? silakan hubungi HP/WA 0813 1458 7468 atau 0856 9393 7717. Terimakasih.
Leave a Reply